Latar belakang kelahiran SSK Smanda sejatinya tidak bisa dilepaskan dari program generasi berencana (Genre) yang sudah terlebih dahulu digulirkan. Terlebih selama ini sekolah dianggap satu-satunya agen perubahan (agent of change) secara formal di Indonesia. Sayangnya, kurikulum pendidikan kependudukan kurang kontekstual. Banyak contoh-contoh kependudukan yang terdapat pada buku pelajaran masih menggunakan fakta atau ilustrasi di luar negeri. Padahal, masalah kependudukan melekat pada kehidupan siswa di masyarakat.
Alasan SSK makin kuat mengingat selama ini materi kependudukan tidak terintegrasi ke semua mata pelajaran. Pembelajaran kependudukan juga masih berbasis tekstual. Seharusnya pendidikan kependudukan aplikatif dan bisa dilakukan langsung oleh peserta. Juga tak ada kearifan lokal dalam kurikulum kependudukan. Kondisi ini terjadi karena guru kurang memiliki pengetahuan kependudukan itu sendiri. Padahal semua masalah sosial akibat dari masalah kependudukan.
Pada saat yang sama, semua kebijakan pembangunan berbasis data kependudukan. Di samping itu, ada korelasi signifikan antara bencana alam dengan masalah kependudukan. Sebaliknya, sejauh ini tidak ada sosialisasi masalah kependudukan ke sekolah. Kondisi ini diperburuk dengan minimnya informasi kependudukan di sekolah.
Mengapa sekolah penjadi strategis bagi pendidikan kependudukan? Setidaknya ada lima alasan mengapa harus di sekolah. Pertama, sekolah memiliki kemampuan dan kemandirian. Ketua, dapat mendayagunakan potensi/sumber daya. Ketiga, dapat mengatasi masalah/memenuhi kebutuhan. Keempat, dapat meningkatkan keterampilanan/meningkatkan pengetahuan. Kelima, dapat menerapkan dan mengimplementasikan.
Secara umum, SSK bertujuan memberikan arah dan pedoman bagi penanggung jawab dan pengelola pendidikan, guru pembina, dalam melakukan pengarapan program kependudukan, KB, dan pemberdayaan keluarga. Secara khusus, SSK bertujuan memberikan wawasan, sikap pengetahuan, dan keterampilan tentang program KKBPK kepada peserta didik.
Selain itu, bertujuan memberikan arah dan bimbingan kepada peserta didik untuk berprilaku keluarga berkualitas. Kemudian, memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang masalah-masalah kependudukan setempat. Juga, meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyajikan data mikro kependudukan berupa peta atau grafik untuk dianalisis secara sederhana. SSK juga mengemban misi mengurangi angka drop out (DO) dan kasus-kasus lainnya yang banyak terjadi di sekolah. Tentunya sekolah juga mengimplementasikan secara terbatas dengan cara menjadikan modul bahan ajar sebagai suplemen pembelajaran.
Selain mengintegrasikan pendidikan kependudukan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada, SSK juga menggagas sebuah pojok yang di dalamnya menjadi pusat sumber daya informasi kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Pojok kependudukan (population cerner) ini juga berfungsi menjadi pusat informasi dan konseling untuk masalah-masalah kependudukan maupun kesehatan reproduksi bagi remaja. Karena itu, di setiap sekolah yang sudah mengimplementasikan SSK harus terlebih dahulu berdiri Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR).
Untuk keperluan tersebut, population corner mempersenjatai diri dengan aneka sumber daya informasi dan pendukung lainnya. Informasi itu dibagi ke dalam beberapa rumpun, seperti foto, peta, grafik, dan ornamen kependudukan lainnya. Informasi dalam bentuk foto tersebut antara lain mengenai kesehatan reproduksi remaja, kelahiran sehat, kematian akibat langsung dan tidak langsung, perkawinan dini, perkawinan dewasa, pertumbuhan penduduk, migrasi atau mobilitas, daerah kumuh, korban tawuran, kemacetan lalulintas, dan lain-lain.
Peta kependudukan berupa persebaran penduduk di kota Padang Panjang, pertumbuhan, kepadatan, migrasi, usia kawin, tingkat kesertaan KB, kualitas SDM, komposisi, dan lain-lain. Grafik berupa persebaran, pertumbuhan, kepadatan, migrasi, usia kawin, angka ketergantungan, kesertaan KB, komposisi penduduk, angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), dan lain-lain. Ornamen lain berupa brosur/artikel/buletin/majalah, spanduk, banner, film kependudukan, buku referensi, dan lain-lain.
“Population corner dilengkapi dengan sejumlah fasilitas seperti laptop, infokus, papan-papan demografi, dan fasilitas lainnya. Sebagai tempat konseling, di sana si anak bisa berkonsultasi tentang kependudukan, KB, dan kesehatan, pertanian, atau apa saja yang berhubungan dengan kependudukan.
Lebih dari itu, siswa diajak terlibat aktif dalam mekanisme operasional program KKBPK melalui tugas terstruktur dari guru bersangkutan. Cara ini ditempuh agar sekolah benar-benar hadir di masyarakat. Anak-anak mengetahui dengan baik kondisi demografi di lingkungan masing-masing. Praktik pendataan keluarga ini berlangsung di RT masing-masing. Hasilnya dianalisis dan disajikan di hadapan siswa lain. Layaknya petugas KB, siswa turut membuat peta keluarga, grafik kesertaan ber-KB, dan lain-lain.